TANJUNG, kontrasx.com – Makan batalam merupakan tradisi religius yang dilakukan oleh warga Tabalong khususnya di wilayah selatan.
Makan batalam ini jadi tradisi masyarakat di desa Hapalah, Desa Bangkiling Raya, dan Bangkiling yang mana desa tersebut berada di bantaran sungai Tabalong Kecamatan Banua Lawas, juga desa tetangga yang terletak di Kabupaten Hulu Sungai Utara khususnya desa-desa yang juga berada di bantaran sungai Tabalong.
“Tradisi ini sudah dilakukan kurang lebih 1 abad yang lalu oleh masyarakat, sejak nenek moyang dahulu sampai dengan saat ini masih tetap eksis dilaksanakan dalam menyambut bulan Rabiul Awal atau memperingati hari kelahiran Nabi Besar Muhammad Saw” ujar Kepala Desa Hapalah, H Anang Acil ketika membacakan sejarah singkat Makan Batalam di peringatan maulid di lapangan 17 Mei Banua Lawas, Kamis (3/10).
Anang menyebutkan tradisi makan ini telah menjadi cagar budaya.
“Ini sudah termasuk dalam cagar budaya kearifan lokal yang perlu dilestarikan” sebutnya.
Ia menceritakan makan batalam ini konon bermula dari adat kerajaan Banjar untuk menyambut tamu-tamu agung atau Istimewa yang berkunjung ke kerajaan.
“Ini juga adalah adat timur tengah yang dibawa oleh para ulama yang belajar di Saudi Arabia yang kembali ke tanah air untuk mengajarkan ilmunya pada masyarakat” ucapnya.
Ia pun mengatakan makan batalam adalah istilah masyarakat Tabalong dan HSU, dimana makanan yang di hidangkan dalam Talam (nampan).
“Menunya terdiri dari ayam atau itik 1 ekor dipotong menjadi 2 bagian, menu bervariasi terdiri dari masak bararagi atau itik panggang serta kuah dan lain sebagainya sesuai dengan kesepakatan rapat sebelum tiba bulan Rabiul Awal atau bulan maulid” katanya.
Ia menuturkan hidangan makan batalam ini bisa di santap 4 orang dan maksimal 6 orang.
“Ini disuguhkan di akhir acara peringatan Maulid Nabi Besar Muhammad Saw di masjid atau mushola” tutur Anang.
Anang menyampaikan ada hikmah atau pelajaran yang bisa diambil dalam acara makan batalam tersebut.
“Yaitu silaturahmi sesama warga sehingga mengenal satu sama lain, gotong-royong saling bantu membantu dalam persiapan acara tersebut, menerima hidangan apa yang telah di suguhkan tidak memilih begitu juga dengan kehidupan menerima takdir apa yang telah digariskan oleh Allah SWT” ucapnya.
“Selanjutnya, tidak serakah untuk mengusai hidangan yang kita makan bersama begitu juga dengan kita bermasyarkat saling tolong menolong sesama warga, menjaga adab dan sopan santun terhadap yang tua dan yang tua juga memberikan bimbingan kepada yang muda. Serta tidak ada perbedaan antara sesama manusia baik atasan maupun bawahan karena yang kita makan adalah satu bagian yang tak terpisahkan” pungkasnya. (Can)