TANJUNG, kontrasX – Ruang rapat DPRD Tabalong pagi itu sudah dipenuhi LSM, perwakilan perusahaan batu bara dan anggota dewan, sesekali H Jurni menyeka wajahnya.
Politisi gaek partai Golkar Tabalong itu mengaku selama ini tidak mengetahui bagaimana proses penyusunan program kegiatan CSR di Tabalong.
Baru dimulai Rapat Dengar Pendapat (RDP) membahas Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan PT. Adaro Indonesia di Bumi Saraba Kawa pertanyaan bertubi-tubi sudah disampaikan pihak LSM maupun anggota DPRD Tabalong.
“Kesimpulannya kita meminta dilakukan evaluasi tim CSR dari pemerintah daerah, akan undang untuk duduk bersama pelaksanaannya seperti apa karena kata (perwakilan) Adaro kegiatan CSR itu kesepakatan dengan pemerintah daerah. DPRD juga merasa bagian dari pemerintahan daerah, libatkan dalam pembahasan pemanfaatan dana CSR. Kami belum pernah dilibatkan, jadi tidak tahu. Apalagi tugas kami ada melakukan pengawasan” bebernya pada kontrasX, Kamis (14/9) usai rapat.
Ia berharap Pemda, DPRD dan Adaro bisa duduk satu meja untuk membahasnya.
Legislator empat periode ini juga menginginkan laporan penggunaan dana CSR bisa disampaikan secara terbuka dan diketahui oleh masyarakat luas.
“Kami rasa dibuka tidak masalah supaya tidak ada persangkaan yang tidak pas, kalau bisa seperti APBD, ada pertanggungjawabannya, berapa habisnya untuk apa pemanfaatannya” ujarnya.

“Jangankan masyarakat, kami saja tidak tahu” tandasnya.
Jurni juga menyatakan pihaknya akan terus mengundang PT. Adaro dan mitra dengan tema yang berbeda.
Di dalam forum RDP, anggota DPRD Hj. Rini Irawanty meminta dana CSR bisa dipergunakan untuk membantu pendirian tempat pelatihan penunjang balai latihan kerja termasuk menyediakan tenaga instruktur.
“Kenapa perusahaan tidak bikin pelatihan kerja sesuai dengan standar yang diinginkan sehingga tidak ada alasan orang pribumi tidak diterima kerja. Kita juga tidak perlu mengemis dana APBN untuk tempat pelatihan” tukasnya.
Ia juga meminta dana csr bisa digunakan untuk membuat tempat berjualan UMKM yang sebelumnya telah ditertibkan.
Anggota DPRD Mursalin juga berharap dana CSR bisa dipergunakan untuk mengatasi masalah di dunia pendidikan.
“Banyak sekolah khususnya sekolah swasta yang tenaga honornya butuh uluran tangan Adaro, termasuk soal beasiswa” ucapnya.
Sementara itu, anggota DPRD H. Akhmad Helmi menyatakan sudah ada Perda yang mengatur soal CSR.
“Perda tentang csr sudah diparipurnakan tahun 2015 lalu, yakni Perda Nomor 7 Tahun 2015” imbuhnya.
Terpisah, ketua Forum Koordinasi (Forkord) LSM se Tabalong Rusmadi juga mengakui pihaknya tidak tahu besaran dana CSR di Tabalong, pola pengkajian hingga lahirnya program kegiatan.
“Jangankan masyarakat, kami di LSM juga tidak tahu” timpalnya.
Ia berharap dana CSR bisa terhimpun dalam satu lembaga independen yang dibentuk dengan kesepakatan antara pihak Eksekutif, Legislatif dan pimpinan perusahaan.
Pegiat LSM Erwansyah atau biasa disapa Iwan Wong juga mempertanyakan besaran nilai CSR tahun ini, termasuk cara Adaro mengelolanya dan desa mana saja di ring satu yang sudah berhasil mengelolanya.
“Jangan hanya jadi pencitraan saja antara pemda dan Adaro” tandasnya.
Adapun Irwan Susandi atau Iwan Langsat mempertanyakan sejauh mana kajian tentang manfaat csr bagi masyarakat dan besaran persentase bidang yang menjadi sasaran program kegiatan.
Pegiat LSM yang juga pegiat LBH, M. Irana Yudiartika menanyakan apakah program CSR yang diluncurkan Adaro apakah sudah tepat sasaran dan mendorong DPRD menelisik perusahaan lain di Tabalong terkait pemanfaatan dana csrnya.
Pegiat LSM Suriyani memberi masukan pada Adaro agar dana CSR bisa dimanfaatkan untuk menyiapkan masyarakat pasca tambang.
Di hadapan anggota DPRD dan LSM, CSR Departement Head PT. Adaro Indonesia Firmansyah menyatakan besaran dana CSR tidak berdasarkan pada laba perusahaan melainkan pada target produksi.
Ia juga mengatakan program kegiatan di CSR merupakan kesepakatan perusahaan dan pihak eksekutif.
Firman juga mengakui pihaknya sudah melakukan pengembangan terhadap UMKM yang menjadi binaan sampai ke hilirnya.
Bidang ekonomi juga disebutkannya paling banyak persentase pembinaannya sebagai pemberdayaan berkelanjutan untuk persiapan pasca tambang
Saat diwawancarai, Firmansyah menyambut positif masukan dan saran dalam RDP.
“Banyak saran dan masukan, mudah-mudahan bisa lebih ditingkatkan dalam pelaksanaan program csr” ucapnya.
“Ini cambuk supaya lebih baik lagi kedepannya untuk pengembangan masyarakat, penguatan ekonomi saat kami masih ada atau sudah tidak ada lagi. Makanya banyak mengembangkan bidang ekonomi supaya masyarakat siap (pasca tambang)” sambungnya.
Terkait besaran nilai CSR, Firman membeberkan penetapan Program Pemberdayaan Masyarakat (PPM) yang didalamnya termasuk csr pembahasannya ada di Kementerian ESDM sebagai leading sector.
“Dalam penetapan PPM, kami masuk dalam Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB), ini dibahas di kementerian. Besarannya disitu ditentukan berapa, termasuk (biaya) operasional menambang, termasuk csr yang dikementerian disebut PPM” jelasnya.
Ia juga mengatakan ada aturan terkait besaran persentase dana csr.
“Sepanjang pengetahuan kami iya (ada aturannya), misal produksi berapa, persetujuan kementerian menyesuaikan dengan target produksi. Rapat penentuan RKAB semua pembiayaan ada disana, jadi satu. Prosesnya di pusat” terangnya.
Firman memaparkan sesuai aturan kementerian ESDM, yakni Kepmen Nomor 1824 tahun 2018 disebutkan PPM dilaksanakan oleh perusahaan, tidak diserahkan pada pihak atau badan lain.
“Semua dana tersebut dikelola oleh kita, penentuan programnya (apa) itu yang dikerjasamakan dengan tim (tim csr kabupaten)” imbuhnya.
Ia menjelaskan penyusunan program CSR dimulai dengan sosial maping kemudian disusun rencana induk pengembangan pemberdayaan masyarakat.
“Dari situ disusun program, didiskusikan dengan tim di pemda dalam hal ini Bappedalitbang supaya tidak tumpang tindih dengan APBD” katanya.
Kabid Perencanaan, pengendalian, Evaluasi Pembangunan Daerah Bappedalitbang Tabalong, Marpi’e menerangkan ada delapan area PPM yang menjadi sasaran csr diantaranya kesehatan, pendidikan, infrastruktur, sosial budaya.
“Kami hanya mengumpulkan usulan baik dari masyarakat, pokdarwis, ukm maupun usulan musrenbang yang tidak masuk di APBD. Di rekap baru didiskusikan dengan pihak csr, sumber data ini yang kami pakai” tuturnya.
Marpi’e menambahkan setelah rencana kegiatan disepakati dan disetujui, kegiatan akan dilaksanakan oleh tim CSR perusahaan dan dananya tidak masuk ke kas daerah. (Boel)
Bng saya pegen ada pelatihan oparator geratis di tabalong ini kaya di balangan