Peraturan Bupati nomor 18 tahun 2021 tentang pedoman pelaksanaan peningkatan protokol kesehatan Covid-19 dalam tatanan masyarakat produktif dan aman di kabupaten Tabalong menjelma menjadi “malaikat maut’ bagi pengusaha angkringan.
Perbup yang didalamnya mengatur pembatasan jam buka bagi usaha kuliner seperti angkringan lambat laun telah mengantarkan usaha kecil itu menggulung tikarnya.
Bagaimana tidak, warung nongkrong santai yang di dominasi kawula muda ini hanya boleh beroperasi higga pukul 22.00 wita alias pukul 10 malam dengan toleransi waktu 30 menit untuk menutup warungnya.
Salah seorang pemilik usaha angkringan sekaligus “pelayan” warung, Wagito mengaku batasan waktu berjualan hingga pukul 10 malam berlaku sejak tanggal 10 Mei lalu.
“Pengelola atau pemilik angkringan dipanggil Satpol PP Tabalong untuk diberi sosialisasi sekaligus menyampaikan surat tersebut” terangnya pada kontrasX Jum’at (11/06) petang disela waktu menyiapkan dagangannya.
Pria yang akrab disapa Pak Dhe ini menuturkan sejak sejak aturan pembatasan ini diberlakukan, omzet penjualannya terjun bebas.
“Sangat berpengaruh, Omzet turun hingga 70 persen mas” ujarnya galau.
Awal aturan berlaku, banyak camilan berupa gorengan yang tersisa karena tak habis dijual.
“Terpaksa dikasihkan ke tetangga, sebagian besar makanan yang dijual hanya bisa bertahan satu hari, kalau dipanasi dan dipaksa dijual kembali malah berisiko akan membuat pelanggan pergi karena makanannya sudah berubah rasa” ujarnya lesu.
Pemilik angkringan “kunanti” ini menyampaikan, warungnya baru akan ramai diatas pukul 20.00 wita.
“Kalau pukul 7 paling satu atau dua orang pengunjung, mulai agak ramai diatas pukul 8, artinya waktu efektif kami berjualan hanya 2 jam saja” bebernya.
Belum lagi kalau turun hujan saat jam buka, pengunjung dipastikan sangat minim.
“Orang juga malas keluar karena tanggung, jam 10 sudah tutup, jualan pasti tidak laku dan banyak sisa, yang datang paling sepuluh hingga 15 orang” ucapnya dengan wajah sendu.
Meski jumlah makanan ringan yang dijualnya sudah dikurangi, tetap saja sering tersisa cukup banyak.
“Bagaimana tak bersisa, baru mulai ramai, eeh jam izin untuk buka sudah habis” timpalnya.
Senada, Doni, pemilik angkringan di halaman toko Laris Ban di kawasan Mabu’un saat ditemui tim KontrasX menceritakan pembatasan jam operasional tersebut membuat pendapatan menurun drastis.
Angkringan yang Ia kelola selama enam bulan tersebut tiap harinya buka mulai pukul 20.00 wita, hanya selama 2 jam saja dirinya berjualan dan itu berdampak pada omset yang didapat.
Saat pemberlakuan aturan tersebut, penghasilannya pun turun 50 persen bahkan barang dagangan setiap harinya tidak pernah habis.
“Sebelum ada aturan ini rata-rata omset kita Rp 3 juta per bulan tapi sekarang turun jadi 50 persennya, makanan kita juga sebagian tidak bisa dijual lagi karena basi ” ceritanya dengan nada lirih.
Pria kelahiran Muara Uya ini juga menaksir kerugian yang dialaminya tiap bulan karena ada pembatasan tersebut rata-rata Rp 1 juta lebih.
Dengan pendapatan yang berkurang itu, Ia pun tidak bisa lagi menutupi biaya operasional angkringan yang dikelolanya.
“Pendapatan sekarang, biaya operasional pun tidak menutupi, malah kita nombok untuk biaya sewa serta menggaji karyawan, kita memperkerjakan 2 orang gajinya Rp 1,2 juta per orang dan untuk sewa tempat 900 per bulan” ungkapnya tanpa senyuman.
Pemilik angkringan Bang Jago, Muhammad Iqbal juga mengatakan pendapatan mereka turun setelah pemberlakuan pembatasan jam operasional tersebut.
Diwaktu normal sebelum ada aturan itu, Iqbal bisa meraup untung Rp 3 sampai 4 juta tiap bulannya, namun semenjak pembatasan ini turun sekitar 50 persen lebih. Tiap hari pun yang biasanya Rp 500 hingga Rp 700 ribu, sekarang hanya mampu mendapat Rp 300 sampai 400 ribu.
“Dari segi omset jelas menurun karena jam buka terbatas, sedangkan angkringan ini kalau sistem take away pun rasanya sulit” ucap Iqbal.
Pria kelahiran tahun 1995 ini juga menyampaikan sejak adanya aturan pembatasan jam operasional itu, dagangannya pun tidak pernah habis bahkan ada sebagian yang basi.
Sekarang, dirinya pun mulai mengurangi produksi makanannya supaya tidak banyak tersisa.
“Meski sudah dikurangi masih ada sisa, kemudian kita siasati membuka order via online, tapi tidak banyak juga yang pesan paling satu atau dua orang, jadi tetap ada sisa” ujar pemilik angkringan Bang Jago di kelurahan Pembataan tersebut.
Iqbal mengungkapkan merasa di rugikan dengan adanya aturan pembatasan jam operasional tersebut.
“Maunya kalau boleh di izinkan bisa diperpanjang seperti biasanya, namun kita akan menjalankan aturan prokes yang berlaku, saat ini pun sudah menerapkan prokes serta menghimbau kepada para pengunjung terkait hal itu” ungkapnya dengan muka tertekuk.
Saat ditanya Doni pun tidak tahu pembatasan jam operasional tersebut di atur dalam Perbup nomor 18 tahun 2021, ketika petugas melakukan penertiban ke tempatnya juga tidak pernah diberitahu tentang aturan tersebut.
“Tidak tahu ada aturan itu, kalau petugas datang melakukan razia hanya memberi teguran dan peringatan, apabila melanggar lagi akan diangkut gerobak dagangannya” bebernya.
Sementara pengusaha angkringan memiliki beban yang harus ditanggung untuk terus bertahan, jika Doni bebean operasional yang semakin tak bisa dipenuhi, Pak Dhe harus menanggung beban lain karena memiliki cicilan bank untuk usahanya.
Pengusaha angkringan semakin tidak menentu nasibnya ketika aturan pembatasan jam opersional mereka tidak ada kepastian berakhirnya.
“Kalau seperti ini terus tanpa kejelasan kapan akan berakhirnya batasan waktu operasi bagaimana kami bayar cicilan di Bank” keluhnya.
Uang pinjaman di Bank, sambungnya, dipergunakan untuk permodalan usaha sekaligus beli tanah.
Padahal, aku Pak Dhe, dirinya sudah menerapkan protokol kesehatan pada pengunjungnya.
“Kita sudah siapkan 2 tempat cuci tangan, pengunjung kami pinta dan sering kami ingatkan untuk jaga jarak, bahkan yang tidak pakai masker pun bila tidak punya atau pas ketinggalan kami kasih” bebernya.
Berbagai tulisan dan banner kecil yang berisi himbauan untuk mematuhi protokol kesehatan tampak bertempel di beberapa bagian warungnya.
Menemui Penguasa Mencari Solusi
Usaha angkringan yang semakin terhimpit karena aturan di masa pandemi, sebagian para pengusahanya berinisatif mendatangi Pemkab Tabalong untuk mencari jalan keluar.
Mereka mendatangi Assisten I Pemerintahan dan Kesra Setda Tabalong yang selaku Koordinator Operasional Satgas Covid-19, Zulfan Noor serta di dampingi Kabid Pariwisata Disporapar Tabalong, Lilis Marta Diana namun tidak bisa mengakomodir permintaan perpanjangan waktu operasional dari para pelaku usaha.
Zulfan Noor menjelaskan untuk saat ini pihaknya belum bisa mengakomodir terkait permintaan perpanjangan waktu yang diajukan para pelaku usaha.
“Kita tidak bisa memberikan saran kepada pimpinan untuk memperpanjang waktu, apabila prokesnya itu tidak bisa kita jamin karena prinsip kita satu keselamatan manusia ada segalanya” jelasnya
Pihaknya menawarkan solusi untuk menaikan harga tapin solusi yang di tawarkan cukup sulit diterapkan karena dianggap memberatkan para pelaku usaha terutama angkringan.
Zulfan sementara menawarkan para pelaku usaha sebagai model percontohan penerapan protokol kesehatan Covid-19 yang benar dan apabila itu berhasil, pemerintah akan mencoba menyampaikan ke pimpinan untuk meminta revisi pembatasan jam operasional agar bisa diperpanjang.
Angkringan Bang Jago yang di kelola oleh Iqbal ditunjuk sebagai salah satu percontohan pelaku usaha yang menerapkan protokol kesehatan Covid-19 itu.
“Insyaallah siap kita usahakan secara bertahap, dan akan kita jalankan hasil rapat tadi, dan dengan adanya percontohan ini kami bisa lebih lama lagi untuk berjualan dengan menerapkan prokes yang sudah dianjurkan pemerintah” jelasnya.
“Opsi menaikkan harga yang ditawarkan pemerintah pasti tidak mungkin soalnya target pasarnya itu menengah ke bawah untuk semua kalangan, dan kalau pesanan online sudah kita lakukan dari awal memakai jasa ojek online, tapi untuk saran pemesanan tempat duduk via online yang diajukan pemerintah saat ini belum ada” jelas Iqbal lagi.
Kabid Pariwisata Disporapar Tabalong, Lilis Marta Diana selaku pembina para pelaku usaha termasuk angkringan, akan mengkoordinasikan terlebih dulu dengan tim Satgas Covid-19 dan instansi terkait.
Lilis menerangkan permintaan perpanjangan waktu itu tidak bisa di sepakati sendiri oleh pihak Disporapar Tabalong.
“Kita akan berkordinasi dulu dengan pihak terkait dalam hal ini Kesbangpol yang menjadi penentu untuk waktu tersebut, tentu juga harus berkordinasi dengan tim Satgas Covid-19 dan Satpol-PP” terangnya.
Ia pun sangat memahami kondisi dari kawan-kawan pelaku usaha yang terdampak karena adanya aturan tersebut, tetapi mereka juga harus memahami kondisi Covid-19 ini yang dikhawatirkan justru akan berakibat fatal kepada masyarakat atau tamu-tamu yang datang.
“Itu mungkin bagian hal-hal yang menjadi perhatian kita bersama, dan kami dari bidang pariwisata nantinya akan menyampaikan hal ini kepada Kesbangpol jika berkenan di tambah waktunya” tutur Lilis.
Sementara Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Tabalong, Rahadian Noor menegaskan kebijakan pemberlakuan pembatasan jam operasional tempat hiburan, Kafe hingga Angkringan merupakan kebijakan Pemda Tabalong.
“Kita berbicara di Tabalong, ini kebijakan di Tabalong, dibanding dengan daerah lain bisa saja berbeda” terangnya.
Hal ini pun sesuai dengan arahan pimpinan sambungnya.
“Kita masih melakukan dan mempertahankan Pembatasan Pemberlakuan Kegiatan Masyarakat (PPKM) walaupun daerah lain sudah longgar atau kendor khususnya untuk tempat hiburan sesuai dengan kaitan tugas Kesbangpol” ungkapnya.
Tujuannya, ujar Rahadian, untuk mempertahankan posisi landai penyebaran Covid-19 di Bumi Saraba Kawa dengan tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan. (boel/can)