Oleh: Robby Wahyu Kusuma Krisdianto, Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang, Prodi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip)
Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki kekayaan budaya yang luar biasa dengan lebih dari 300 kelompok etnis dan berbagai bahasa serta tradisi lokal. Namun, globalisasi telah membawa tantangan besar bagi identitas budaya Indonesia. Perspektif globalisasi dan konstruktivisme memberikan pandangan yang mendalam mengenai bagaimana budaya Indonesia dipengaruhi dan dibentuk oleh interaksi global dan lokal.
Globalisasi: Tantangan dan Peluang bagi Budaya Indonesia
Globalisasi membawa berbagai pengaruh ke Indonesia, terutama melalui media, perdagangan, dan teknologi. Budaya pop global, seperti musik, film, dan fashion, telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari banyak orang Indonesia, terutama generasi muda. Misalnya, pengaruh K-pop dan budaya Barat terlihat jelas dalam gaya berpakaian, musik, dan hiburan di kalangan remaja Indonesia.
Anthony Giddens menyebutkan bahwa globalisasi dapat menyebabkan ‘disembedding’, di mana praktik-praktik budaya terlepas dari konteks tradisional mereka dan diadaptasi dalam konteks baru. Di Indonesia, ini terlihat dari popularitas makanan cepat saji global seperti McDonald’s dan Starbucks, yang menggantikan beberapa praktik kuliner lokal.
Namun, globalisasi juga membuka peluang untuk pertukaran budaya yang lebih luas. Misalnya, seni dan budaya tradisional Indonesia seperti batik, wayang, dan gamelan semakin dikenal di panggung internasional. Pemerintah Indonesia dan berbagai organisasi budaya aktif mempromosikan warisan budaya ini melalui festival internasional dan pameran budaya.
Konstruktivisme: Dinamika Identitas Budaya Indonesia
Dari perspektif konstruktivisme, identitas budaya Indonesia tidaklah statis, melainkan hasil dari interaksi sosial dan konstruksi bersama. Alexander Wendt menyatakan bahwa identitas dan kepentingan dibentuk melalui proses interaksi dan komunikasi.
Di Indonesia, identitas budaya sering kali dikonstruksi melalui interaksi antara komunitas lokal dan antar daerah. Sejarah panjang perdagangan, kolonialisme, dan pertukaran budaya telah membentuk identitas budaya yang beragam namun kohesif. Misalnya, budaya Betawi di Jakarta adalah hasil dari campuran berbagai budaya seperti Melayu, Arab, Cina, dan Eropa.
Selain itu, konstruktivisme menekankan peran agen individu dan kelompok dalam mempertahankan dan mempromosikan budaya mereka. Di Indonesia, berbagai komunitas lokal aktif dalam menjaga dan menghidupkan kembali tradisi mereka. Misalnya, komunitas adat di Bali, Yogyakarta, dan Toraja terus melestarikan upacara adat, tarian, dan seni mereka. Festival budaya seperti Festival Bali, Dieng Culture Festival, dan Jember Fashion Carnaval tidak hanya merayakan warisan budaya lokal tetapi juga memperkuat identitas budaya dalam konteks global.
Dinamika Modernisasi dan Tradisi
Modernisasi yang dibawa oleh globalisasi tidak selalu berlawanan dengan tradisi. Di Indonesia, ada banyak contoh bagaimana tradisi dan modernitas dapat hidup berdampingan dan saling memperkaya. Misalnya, batik yang merupakan warisan budaya Indonesia, sekarang digunakan dalam desain fashion modern oleh desainer lokal dan internasional. Ini menunjukkan bahwa budaya tradisional dapat diadaptasi dan diberikan makna baru dalam konteks modern.
Kesimpulan
Globalisasi dan konstruktivisme memberikan pandangan yang kaya dan kompleks mengenai isu budaya di Indonesia. Globalisasi, dengan segala tantangan dan peluangnya, dapat memengaruhi identitas budaya melalui proses homogenisasi dan pertukaran budaya. Sementara itu, konstruktivisme menekankan bahwa identitas budaya adalah hasil dari interaksi sosial dan dapat dibentuk oleh agen-agen budaya lokal dan regional. Pendekatan yang seimbang antara memanfaatkan peluang globalisasi untuk memperkaya budaya lokal dan menjaga keunikan serta identitas budaya melalui interaksi dan konstruksi sosial adalah kunci untuk mempertahankan keragaman budaya yang kaya di Indonesia. Upaya kolektif dari pemerintah, komunitas, dan individu sangat penting dalam menjaga warisan budaya dan membentuk identitas budaya yang dinamis di era global ini.
Bibliography
giddnes, A. (1990). The Consequences of Modernity. The consequences of modernity Polity Press.
Giddens, A. (2003). Runaway world: How globalization is reshaping our lives. Taylor & Francis.
Wendt, A. (1999). Social theory of international politics (Vol. 67). Cambridge university press.
Wendt, A. (1992). Anarchy is what states make of it: the social construction of power politics. International organization, 46(2), 391-425.
Vickers, A. (2013). A history of modern Indonesia. Cambridge University Press.
Ricklefs, M. C. (1993). A History of Modern Indonesia since c. 1200 (p. 90115). London: MacMillan.
Tomlinson, J. (1999). Globalization and culture. University of Chicago Press.
Pieterse, J. N. (2019). Globalization and culture: Global mélange. Rowman & Littlefield.