Terik mentari siang itu tidak dihiraukan, keringat meleleh dari wajah ratusan guru honorer berbaju batik PGRI seragam kebanggaan mereka yang sebagian terlihat sudah mulai memudar warnanya.
Tidak terdengar sendau gurau hanya ketegangan dan raut kecewa yang nampak jelas, “rumah rakyat” di Mabu’un menjadi harapan mereka suara dan aspirasinya didengar.
Mereka datang dari sekolah yang berbeda namun membawa pesan yang sama kepada wakilnya di DPRD Tabalong, dengan sabar menunggu perwakilannya menyampaikan keluh kesah mereka.
Pupusnya harapan menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) setelah tahunan bahkan puluhan tahun mengabdi sebagai tenaga honor yang membawa langkah kaki mereka ke Graha Sakata.
“passing gradenya ketinggian” ucap Lia lirih.
Lia Siasahan menuturkan mereka mendatangi wakil rakyat untuk menyampaikan “keluh kesah” terkait guru honor yang sudah mengabdi lebih dari 10 tahun dan usianya sudah diatas 35 tahun.
“Guru honor yang usianya sudah 40 tahun ke atas ikut tes dengan nilai passing grade seperti kemarin kebanyakan tidak mampu” terangnya beberapa saat sebelum pertemuan dengan anggota DPRD.
Wanita yang sudah menjadi pendidik selama 13 tahun ini mengatakan kebanyakan guru honor yang usianya diatas 40 hingga 50 an tahun gugur di passing grade teknis.
“Kemarin nilai passinggrade teknis naik menjadi 320, sedang tahun 2019 nilainya 260, kebanyakan jatuh disini” ungkapnya.
Karena pandemi Covid-19, hanya 20 orang perwakilan guru honor yang diperbolehkan masuk ke aula pertemuan Graha Sakata dan menyampaikan aspirasi pada wakil rakyat.
dari DPRD Tabalong sendiri yang menerima perwakilan adalah dari unsur pimpinan dan komisi satu, yakni komisi yang salah satu tugasnya membidangi masalah pendidikan.
Sebagian besar guru honorer menanti dengan harap – harap cemas diluar aula gedung, duduk berkelompok sambil ngobrol satu sama lainnya.
Saat dihampiri dan ditanya Kontras X, meluncurlah berbagai kisah seputaran nasib para pendidik non ASN di Bumi Saraba Kawa.
Milah, salah seorang guru honor yang mengajar di SDN Madang mengatakan Ia mulai mengajar pada tahun 2004 lalu.
“16 tahunan lah sudah saya ngajar di SD” ucapnya mengawali cerita.
Perempuan berusia 40 tahun ini menuturkan honor pertamanya dibayar hanya dari urunan para guru di sekolah tempatnya mengajar.
“Dikasih Rp 75.000 per bulan, saat itu belum ada dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)” tuturnya.
Sekitar tahun 2006/2007, mulai ada anggaran dana BOS.
“Saat mulai ada dana BOS honor yang dibayarkan Rp 100.000 per bulan, dibayarkan secara berkala per tiga bulan” bebernya.
Sekarang, terangnya, besar honor yang diterima sebesar Rp 350.000 per bulan.
“Tahun ini mulai dibayarkan rutin setiap bulan, kalau pembayaran (rutin perbulan ataupun berkala) tergantung kebijakan masing – masing sekolah” ungkapnya.
Namun, besarnya honor yang diterima guru tergantung dari jumlah murid dari sekolah yang bersangkutan karena perhitungan dana BOS yang diterima berdasarkan berapa banyak murid yang ada di sekolah tersebut.
“Makin banyak jumlah murid makin besar honor yang bisa di dapat. Kalau di sekolah kami jumlah muridnya 67 orang” ucapnya.
Kebijakan ini, timpal Fahriah, guru honor dari SDN Mantuil, membuat besaran honor yang diterima setiap guru berbeda tiap sekolah.
“Yang kasian sekolah yang ada dipedesaan dan daerah terpencil, jumlah muridnya terbilang sangat sedikit. Misalnya salah satu SDN di kecamatan Muara Harus, jumlah semua muridnya hanya 20 siswa saja, sedang tenaga guru honornya ada beberapa orang, pastinya uang yang diterima sangat sedikit” ucapnya lirih.
“Honor bisa diterima sampai Rp 500.000 per bulan kalau jumlah muridnya lebih dari 100 orang” imbuhnya.
“Honda” Menjadi Kabar Gembira
Syukurnya, pemerintah daerah membuat kebijakan yang membuat pendapatan mereka bertambah dengan memberikan honor daerah atau populer disebut “honda”.
Alhamdulillah sekarang ada SK bupati, namanya insentif guru honor yang keluar tahun 2017 namun baru dihitung tahun 2019, dibawahnya tidak dihitung dan besarannya sesuai lama masa kerja” timpal Milah.

Guru honor yang masa kerjanya 10 tahun menerima insentif sebesar Rp 1,2 juta dan yang mengabdi lebih dari 15 tahun mendapat insentif sebesar Rp 1,3 juta.
“Tapi pencairannya tidak saban bulan” imbuhnya.
Meski sudah menerima penghasilan sekitar Rp 1,7 juta perbulan (yang sering dibayar secara berkala), guru – guru honorer ini mengakui kalau penghasilan tersebut masih belum mencukupi kebutuhan mereka.
“Sebenarnya ya tidak cukup, tapi ya dicukup – cukupkan untuk keperluan sehari – hari dan kebutuhan anak” ucap Milah datar diangguki rekannya.
Untuk menambah pendapatan para guru perempuan yang juga ibu rumah tangga ini mencari penghasilan tambahan.
“Kalau hari tidak hujan sore kami ke kebun nyadap karet, ada yang ke sawah dan juga ada yang jualan online. Alhamdulillah bisa nambah penghasilan suami, penghasilan seperti inilah yang menutupi kebutuhan hidup” tambah beberapa rekan disampingnya.
Saling menimpali, guru – guru honor ini mengatakan kalau mereka tidak lulus saat mengikuti uji P3K kemarin.
“Nilai Passing Gradenya dinaikkan, soalnya juga lebih sulit. Kami mempelajari contoh soal pada tes sebelumnya tapi tidak ada soal yang sejenisnya keluar” ujar mereka bersahutan.
Disinggung apakah mereka akan tetap mengajar meski apa yang dinginkan tidak bisa diakomodir, Milah, Fahriah dan rekannya mengatakan kalau mereka akan tetap mengajar.
“Kami akan tetap mengajar, kami sudah terlanjur cinta dengan pekerjaan sekarang, kebiasaan (mengajar) ini tidak bisa kami buang begitu saja, ini juga menyangkut nilai kemanusiaan. Insyaallah kami ikhlas” ujar Milah.
Meskipun demikian, Ia berharap pemerintah tetap mengupayakan bagaimana nasib mereka bisa lebih baik.
“Ada perhatian dari pemerintah meski kami diam, tolong perjuangkan nasib kami agar bisa hidup layak” ucapnya penuh harap.
Faktor usia, penguasaan dalam mengoperasikan peralatan teknologi (peralatan tes) juga dinilainya berpengaruh terhadap kelulusan tes beberapa waktu sebelumnya.
Luput dari pendataan K2.
Milah mengungkapkan, seharusnya Ia berhak masuk dalam kelompok guru honor kategori dua (K2), yakni ketegori yang mendapat prioritas masuk data base karena tidak lulus tes tahun 2005 lalu.
“Dulu, saat ada pendataan K2 dari dinas pendidikan saya tidak tahu, kepala sekolah ataupun rekan mengajar satu sekolah juga tidak tahu” kenangnya dengan raut sedih.
Perempuan yang sudah menjadi honorer selama 16 tahun ini mengatakan setelah lewat masa pendataan baru Ia mendapat informasi.
“Kami tidak tahu informasi, saat itu para guru Belum ada yang memiliki Hand Phone, SD tempat saya mengajar di Madang termasuk di daerah yang jauh dari kota dan tidak ada jaringan juga” bebernya.
Saat memperoleh informasi, Milah langsung ke dinas Pendidikan Tabalong untuk menanyakannya.
“Disuruh melengkapi data administrasi siapa tahu ada pendataan lagi kata mereka, saya turti meski saya tidak yakin karena sudah tidak masuk (pendataan)” timpalnya getir.
Ia menyayangkan kenapa informasi yang begitu penting tidak sampai “ketelinga” mereka.
“Kasian kami yang ngajar dipelosok dan desa terpencil yang lambat mendapat informasi, pada hal dalam segi persyaratan kami bisa memenuhinya” ujarnya sedih.
Milah juga sangat menyayangkan tidak ada kebijaksanaan dari instansi terkait untuk menyikapi persoalan tersebut.
“Data kami juga sudah masuk dan ada di Dapodik, jadi ketahuan berapa lama masa mengajar, kenapa tidak di inputkan saja (berkas administrasi bisa dilengkapi belakangan)” bebernya masygul.
“Mungkin belum rezeki saya” ucapnya dengan mata berkaca- kaca.
Mahrin, salah seorang guru honor dari SDN Cakung berharap guru yang yang masa baktinya sudah lebih dari 10 tahun agar diberi semacam kemudahan.
Karena faktor usia dan keterampilan menggunakan peralatan teknologi menjadi salah satu kendala yang banyak dihadapi guru honor senior.
“Kami juga berharap nilai passing grade juga bisa diturunkan. Saat pengumuman tes P3K kemarin dari 100 guru honor yang ikut yang lulus hanya sekitar 2 atau 3 orang saja, bahkan kondisi seperti ini juga terjadi hampir disemua daerah di Indonesia” bebernya.
Di sisi lain, ungkap honorer yang sudah mengajar sejak tahun 2006 ini lagi, tenaga honor yang sudah memiliki serifikat pendidik (Serdik) dan sudah lulus Sertifikasi walau hanya hadir dan menjawab satu soal saja kelulusan sudah dalam genggaman.
“Istilahnya, cukup hadir dan hanya menjawab satu soal saja sudah dipastikan lulus karena nilai yang mereka miliki sudah 500, nilainya sudah diatas rata – rata, pasti lulus” timpalnya.
Ia juga menyayangkan aturan dari pusat membuat standar nilai passing grade yang terlampu sulit dilewati honorer.
“Aturan perekrutan dari pusat, setelah lulus yang menggaji daerah, kenapa tidak diserahkan saja (aturan penerimaan honorer) ke pemerintah daerah” tandasnya.
Janji Akan Diperjuangkan Hingga ke Pusat
Terpisah, wakil ketua DPRD Tabalong, H. Jurni usai dialog dengan perwakilan guru honorer menegaskan pihaknya akan terus memperjuangkan keinginan para tenaga pendidik ini.
Jurni berencana akan ke kementerian bersama instansi terkait, komisi satu yang membidangi serta perwakilan guru honor untuk menyampaikan persoalan ini.
“Kami berencana akan ke kementerian bersama dinas pendidikan, BKPP, unsur pimpinan DPRD dan komisi satu serta perwakilan guru honor untuk menyampaikan persoalan ini, mudah – mudahan ada solusi” tegasnya.
Ia juga menekankan kalau pihaknya akan terus mengawal persoalan ini sampai ke pemerintah pusat.

Legislator senior ini menilai, persoalan ini tak jauh beda dengan masalah PP Nomor 48 beberapa tahun lalu dimana SK yang diakui dan kontrak dilanjut hanya bagi guru honor yang menggunakan dana APBD dan APBN sedang SK dari kepala sekolah tidak dihargai.
“Setelah kementerian disambangi bersama perwakilan guru waktu itu, ternyata range usia dihapus dan semua guru bisa diangkat atau dilanjut kontraknya” bebernya.
“Persoalan yang dulu sama saja dengan yang dihadapi sekarang, kami yakin pihak kementerian orangnya cerdas – cerdas, pasti ada solusi” tukasnya.
Sebagai bentuk keseriusannya, politikus gaek ini juga siap merogoh kocek pribadi untuk membawa salah seorang perwakilan guru honorer untuk ikut serta ke kementerian.
“Satu orang saya jamin biayanya, kalau ada perwakilan yang mau diikutsertakan lagi, guru lainnya bisa urunan untuk membantu biaya rekannya tersebut” pungkasnya.
Terpisah, Kabid Pembinaan Ketenagaan Dinas Pendidikan Tabalong H. Hasbi saat dikonfirmasi via pesan WahtsApp hanya menjawab beberapa pertanyaan.
“Guru honor yang ikut seleksi Tahap 1 dari tingkat SD sebanyak 540 orang dan dari tingkat SLTP ada 129 orang” balasnya.
Sedang untuk pengumuman (secara resmi) siapa saja yang sudah lulus seleksi baik dari tingkat SD ataupun SLTP masih belum.
“Belum diumumkan” tambahnya.
Ditanya berapa orang guru honor K2 yang ikut tes P3K kemarin, Hasbi menjawab Ia belum dapat mencari datanya.
“Staff saya tidak turun (hari ini), Hp nya Offline” tutupnya.(Boel)