Tanjung, kontrasX.com – Ratusan hingga lebih dari Seribu “buruh” yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi, Pertambangan, Minyak, Gas Bumi dan Umum (FSP KEP) Tabalong menggelar aksi di jalan depan kantor DPRD Tabalong.
Dari 5 tuntutan tersebut, 3 bersifat Nasional yakni Menolak Onibus Law UU cipta kerja, Menolak RUU onibus law kesehatan dan Menuntut disahkannya RUU perlindungan pekerja rumah tangga (PPRT).
2 Tuntutan lainnya ruang lingkupnya lebih kecil yakni Meminta PT SIS agar menerapkan roster kerja 3:4:1 dan Meminta PT Adaro Indonesia meliburkan total pekerja buruh pada hari libur keagamaan
ketua DPC FSP KEP Tabalong, Syahrul mengatakan pihaknya kecewa dengan Internal Memo yang dikeluarkan PT Adaro Indonesia yang meminta pekerja atau mitranya untuk tetap bekerja setengah hari di Hari Raya kemarin.
“Harusnya Adaro memikirkan mekanismenya agar sama-sama jalan. Kami melihat tidak ada toleransi terhadap umat beragama, kecewa kami dengan memo tersebut” ungkapnya pada kontrasX.com, Senin (01/5) usai Orasi di depan kantor DPRD Tabalong.
Syahrul menjelaskan hari raya keagamaan sudah diatur dalam SKB Tiga Menteri.
“Masa satu tahun sekali merayakan hari besar keagamaan diminta kerja, apa kita tidak beragama. Kita umat beragama dan bukan komunis” tandasnya.
Ia pun berharap Adaro bisa memberi kesempatan pada karyawannya untuk bisa merayakan hari raya agamanya masing-masing.
“Aturan seperti ini sudah ada sejak tahun kemarin, optimalnya diminta tahun ini. Tahun-tahun sebelumnya tidak pernah” timpalnya.
Hal senada juga diungkapkan Wakil ketua DPC FSP KEP Tabalong sekaligus ketua unit kerja di PT. SIS, M. Riyadi.
Meski pihak perusahaan menghimbau dan meminta karyawan tetap bekerja Ia dan karyawan lainnya tetap mengambil hak libur selama dua hari.
“Tahun sebelum-sebelumnya libur, hanya tahun ini (masuk kerja) dengan alasan kebutuhan operasional” imbuhnya.
Riyadi mengatakan semua karyawan yang tidak masuk pada hari tersebut dipanggil satu persatu untuk diberi personal kontak atau konseling.
“Dipanggil satu persatu untuk diberi personal kontak atau konseling, tapi bukan peringatan. Hanya diberi nasehat, tidak ada pemotongan” tegasnya.
Menurutnya, serikat pekerja dan pihak perusahaan punya pendapat masing-masing dimana pihaknya menyandarkan aturan pada SKB Tiga Menteri sedang pihak perusahaan pada Peraturan Menteri Nomor 15 Tahun 2005 tentang Pertambangan Umum yang mana dianggapnya hari libur itu merupakan hari biasa.
“Internal memo kami anggap sebagai aturan sepihak, bukan dua belah pihak. Hari raya keagamaan sudah diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB), ini aturan dua belah pihak lebih kuat dari memo” ungkapnya.
Riyadi menambahkan setelah Mayday pihaknya akan berkirim surat secara resmi ke manajemen perusahaan atas keberatan ini.
Saat Orasi Ia juga menyampaikan kalau saat hari raya pihaknya juga butuh silaturahmi pada tetangga dan warga.
“Kita juga butuh sosialisasi dan bermasyarakat” teriaknya disambut riuh teriakan setuju peserta aksi.
Terhadap dua poin tuntutan yang bersifat lokal, Ia berharap tuntutan ini tidak hanya berhenti sampai disini saja.
“Kami bisa diundang DPRD Tabalong untuk melaksanakan Rapat Dengar Pendapat (RDP)” imbuhnya.
Terkait tuntutan agar PT SIS menerapkan roster kerja 3:4:1, Riyadi memaparkan roster yang berjalan 13 :1 atau 13 hari kerja dan satu hari off.
“Kami minta 3:4:1 atau 7 hari kerja satu hari off” ucapnya.
Sementara itu, ketua DPRD Tabalong H. Mustafa berjanji akan meneruskan apa yang menjadi tuntutan serikat pekerja.
“Insyaallah akan diteruskan ke Jakarta. DPRD Tabalong siap menerima aspirasi dan tuntutan poin 4 dan 5 (2 poin terakhir) menjadi kewajiban kami untuk menyampaikan” pungkasnya.
Terpisah, saat diminta tanggapannya terkait tuntutan serikat pekerja untuk libur kerja pada hari raya keagamaan, Community Relations and Mediation Department Head PT. Adaro Indonesia, Djoko Soesilo saat dihubungi via WhatsApp mengaku belum mengetahui secara update isi tuntutannya.
“Saya belum update tuntutannya nanti Saya tanyakan anggota di lapangan” balasnya. (Boel)