TANJUNG, kontrasx.com – Pasangan calon (paslon) Bupati dan Wakil Bupati Tabalong diminta untuk tidak membagikan Sembako ke warga pada tahapan kampanye.
Larangan ini disampaikan Bawaslu Kabupaten Tabalong melalui surat bernomor B-045/PM.00.02/K.KS-08/10/2024 tanggal 6 Oktober 2024 perihal imbauan penyebaran bahan kampanye pada pemilihan serentak tahun 2024.
Dalam surat imbauan tersebut juga diminta agar partai politik, tim kampanye, relawan maupun pihak lainnya tidak memberikan uang atau materi lainnya seperti sembako kepada warga.
Ketua Bawaslu Tabalong, Mahdan Basuki menyebut sembako bukan termasuk bahan kampanye yang dapat dibagikan kepada umum sebagaimana diatur dalam peraturan KPU.
“Kami terus mengingatkan semua pasangan calon untuk tidak melakukan praktik yang berpotensi sebagai politik uang” sebutnya, Minggu (06/10).
Mahdan menjelaskan sesuai dengan ketentuan Pasal 38 ayat (1) Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2024 tentang kampanye pilkada, bahwa bahan kampanye yang dapat diberikan kepada umum berupa pakaian, penutup kepala, alat makan minum, kalender, alat tulis, payung, stiker dan atribut lainnya sesuai ketentuan.
“Setiap bahan kampanye yang dimaksud harus memiliki nilai paling banyak Rp.100.000 jika dikonversikan dalam bentuk uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2024” jelasnya.
Untuk mencegah terjadinya pelanggaran pemilihan, ia mengimbau partai politik atau gabungan, pasangan calon, tim kampanye, pihak lain atau relawan tidak menjanjikan atau memberikan uang atau barang selain bahan kampanye yang telah ditentukan.
“Ada konsekuensi hukum bagi pemberi maupun penerima politik uang” ujar Koordinator Divisi SDM, Organisasi, Diklat, dan Datin, Bawaslu Tabalong tersebut.
Ia mengatakan berdasarkan ketentuan Pasal 187A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, disebutkan pada ayat (1) bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memengaruhi pemilih, dipidana dengan pidana penjara 36-72 bulan dan denda Rp 200.000.000 hingga Rp 1.000.000.000.
“Pidana yang sama juga berlaku kepada pemilih yang dengan sengaja menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud Pasal 187A ayat (1) UU pilkada,” pungkas Mahdan. (Rel/can)