Oleh : Aulia Ayundari, Mahasiswi Polteknik Hasnur
Memasuki awal tahun 2025, Badan Pusat Statistik provinsi Kalimantan Selatan menunjukkan bahwa perekonomian Kalimantan Selatan mengalami pertumbuhan hingga 4,81% pada triwulan 1. Selain itu, kabar yang menyatakan, Kalimantan Selatan berhasil menekan tingkat angka kemiskinan hingga 4,2%. Hal ini membuat Kalimantan Selatan menjadi Provinsi dengan tingkat kemiskinan terendah ke-2 secara Nasional.
Angka kemiskinan memang menurun dan Kalsel memang sedang menata pembangunan, tetapi apakah manfaat pertumbuhan ini juga dapat dirasakan oleh Masyarakat luas. Apakah pertumbuhan ini benar benar inklusif dan merata? Ditengah banyaknya Masyarakat yang kehilangan pekerjaan atau bahkan hidup miskin tapi tersembunyi. Di atas kertas, angka pertumbuhan ekonomi dan penurunan kemiskinan seolah cukup menjadi bukti bahwa Kalimantan Selatan sedang bertumbuh. Padahal kenyataannya, Masyarakat malah merasakan hal yang sebaliknya.
Kalsel memang bertumbuh, tapi belum sepenuhnya. Ketimpangan kesejahteraan yang masih terjadi di balik angka pertumbuhan perekonomian, menjadi pelanggaran yang nyata terhadap keadilan sosial. Jika hanya segelintir Masyarakat yang dapat menikmati hasil dari pertumbuhan, sementara dari sekian banyaknya Masyarakat, mereka masih tetap merasakan kesusahan. Hal ini menjadi bukti, bahwa prinsip keadilan sosial memang belum sepenuhnya berjalan. Di balik angka pertumbuhan itu, masih banyak para pekerja infomal tanpa jaminan sosial, Masyarakat di pedesaan atau pinggiran kota yang masih bekerja dengan tak layak, bahkan akses pekerjaan formal yang masih sangat minim, akibat rendahnya Pendidikan dikarenakan akses yang masih sangat terbatas.
Tanpa adanya bentuk intervensi Pendidikan yang serius, pertumbuhan ekonomi hanyalah sebatas angka statistik, tanpa adanya dampak nyata yang diberikan. Karena untuk apa pertumbuhan ekonomi, jika hal sekecil Pendidikan saja tidak bisa didapatkan semua orang. Pendidikan adalah hak dasar setiap manusia, bukan hanya sekedar fasilitas semata bagi mereka yang mampu. Di tengah maraknya Pembangunan serta angka statistik yang terus naik, masih terlalu banyak anak-anak dipelosok yang terpaksa harus berhenti sekolah hanya karena orang tuanya tidak mampu untuk membayar uang saku, transportasi atau bahkan sekadar biaya seragam. Pertumbuhan ekonomi sejatinya bukan hanya sekedar angka, tetapi bagaimana caranya agar Masyarakat luas juga dapat merasakan manfaatnya. Ketika Pendidikan saja masih menjadi suatu privilege bagi sebagian Masyarakat, maka pertumbuhan itu jelas patut dipertanyakan.
Pendidikan menjadi salah satu jalan yang strategis untuk memutus rantai kemiskinan ini. Tanpa SDM yang terdidik, Masyarakat miskin hanya akan terus menerus tertinggal dan dimanfaatkan sebagai objek politik dari program sementara yang hanya bersifat komsumtif, janji-janji Pembangunan yang tidak pernah benar benar terwujud dan mereka rasakan.
Perkataan-perkataan keji yang masih sangat sering terdengar, “Kalau miskin ya salah sendiri, kenapa nggak kerja? Kenapa nggak usaha? Peluang banyak kok.” Opini yang menyederhankan kemiskinan seolah-olah terjadi akibat dari kurangnya usaha individu, cara pandang yang jelas keliru terhadap realitas sosial. Padahal mereka juga berusaha, walau hanya bisa bekerja sebagai buruh kasar pun, atau pedagang-pedagang kecil, bahkan pengamen yang pendapatannya pun tidak mencukupi.
Tantangan ini harus diatasi, Kalimantan Selatan harus benar benar mewujudkan cita cita “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”, sebagaimana yang di amanatkan oleh Pancasila. Sudah saatnya kita sebagai Masyarakat mendapatkan keadilan dengan sepenuhnya. Tidak hanya sebagai penonton dari besarnya angka pertumbuhan ekonomi disetiap tahunnya, tetapi dengan lantangnya kita suarakan fakta fakta yang selama ini kita rasakan. Sekecil ruang-ruang dialog publik yang bisa menampungnya. Hari ini semoga suara ini dilihat, didengar, direnungi dan “luka-luka” mereka pun, segera dipulihkan.






























































