TANJUNG, kontrasX.com – Objek Pariwisata yang dimiliki pemerintah daerah dan ditangani oleh Dinas Kepemudaan Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Tabalong bak kerakap hidup di batu, mati segan hidup tak mau.
Jauh berbeda dengan objek pariwisata yang dikelola oleh Desa ataupun masyarakat yang perkembangannya terbilang bagus dan ramai dikunjungi masyarakat.
Bahkan, hingga saat ini objek wisata tersebut tak satupun yang memberi sumbangsih bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Seperti objek wisata danau Tanjung Puri misalnya, destinasi wisata yang sempat berjaya era tahun 90 an akhir hingga 2000 awal itu kini seperti bukan objek wisata lagi.
Padahal fasilitas seperti gazebo, WC dan Aula masih terawat dengan baik namun kini objek wisata yang berada di pinggir jalan poros trans Kalimantan itu bukan menjadi kunjungan lagi. Upaya menghidupkan kembali Tanjung Puri yang dilakukan Disporapar Tabalong pun tidak membuahkan hasil.
Apa sebenarnya yang menjadi kendala hingga objek wisata yang dikelola Disporapar susah bangkit bahkan terkesan kalah bersaing dengan tempat wisata yang dikelola Desa atau masyarakat ?
Kepala bidang (Kabid) Pariwisata Disporapar Tabalong Rustiana Rezekiah, S.Sos mengaku tidak mengetahui kondisi sesungguhnya karena tergolong masih baru menjabat di bidang Pariwisata.
“Kondisi sesungguhnya tidak tahu persis karena baru bulan Maret tadi masuk. Masalah sebelumnya tidak tahu, serah terima juga tidak ada” ungkapnya pada kontrasX.com, Selasa (26/9) diruang kerjanya.
Untuk objek wisata Tanjung Puri, tahun ini hanya dianggarkan biaya kebersihan yang dikelola oleh Pokdarwis desa Kasiau.
“Karena hanya melanjutkan tahun ini hanya untuk kebersihan saja yang dianggarkan, dikelola Pokdarwis Kasiau, dananya stimulan dan diserahkan ke mereka. Untuk anggaran (kegiatan lain) terus terang tidak ada” bebernya.
Seperti apa kedepannya pengembangan wisata Tanjung Puri, ia juga sudah mengutarakannya pada kepala Dinas.
“Sudah tanya pak Kadis, kata beliau tidak bisa bicara juga karena kadisnya juga baru, “susah ngomongnya” tidak berani nanya-nanya sepenuhnya” terang Rustiana.
Selain Tanjung Puri, tempat wisata Hutan Kota atau Taman Burung juga sama, termasuk wisata Air Terjun Lano.
“Diluar kemampuan kami. Untuk air terjun Lano pengelolaannya kita tidak bisa terlalu banyak ikut campur karena dana untuk pembangunannya tidak bisa dilanjutkan, tanahnya bukan milik Desa atau Pemda tapi milik Kehutanan, masuk kawasan hutan lindung” jelasnya.
“Pemda melalui bidang Pariwisata tidak bisa mengakomodir dana lanjutan kesana” timpalnya.
Begitu pula objek wisata Riam Bidadari.
“Padahal kita ingin agar Riam Bidadari lebih bagus lagi dan enak dikunjungi” imbuhnya.
Rustiana menyatakan terkait kendala kepemilikan tanah untuk objek wisata di Desa, pihaknya juga sudah berusaha dengan pihak Kehutanan.
“Apa nanti pemda mau melaksanakan dengan program yang mereka buat dari Kementerian di tahun 2024” ujarnya.
Di sisi lain, Rustiana mengakui salah satu kendala yang pihaknya hadapi adalah kurangnya SDM.
“SDM terbatas, mau nanya kemana staff juga bingung, jadi susah melaksanakannya, kalau anggaran sepertinya bisa saja diusahakan” tuturnya.
Disinggung kemungkinan tempat wisata tersebut pengelolannya diserahkan saja ke Desa kalau Disporapar tidak sanggup mengelola, ia mengatakan hal tersebut tergantung Kepala Dinas.
“Tergantung keputusan Kepala Dinas mau menyerahkan atau bagaimana, kami ikuti atasan. Kalau atasan rekomendasinya begini ya sudah, kita tidak bisa apa-apa” cetusnya.
Meskipun demikian, pihaknya sudah mengupayakan pembenahan objek wisata tersebut .
“Untuk asset pemda mudah-mudahan bisa dilaksanakan secara perlahan. Dihutan kota misalnya tahun ini ada perbaikan untuk panggung. Yang lainnya pelan-pelan, tidak bisa dianggarkan sekaligus” terangnya
Rustiana pun mengakui hingga saat ini tidak ada sumbangsih objek wisata milik pemda untuk PAD.
“PAD tidak ada sama sekali, efek dari objek wisatanya hanya seperti itu saja. Kunjungan ada tapi tidak banyak, cuman mampir sebentar saja” pungkasnya. (Boel)