TANJUNG, kontrasx.com – Dana Bagi Hasil (DBH) terbesar Tabalong berasal dari sektor pertambangan.
Tahun lalu, DBH Minerba Royalti yang diterima Bumi Saraba Kawa dari transfer pemerintah pusat angkanya tembus Rp 1,036 Triliun.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Tabalong, Drs. H. Nanang Mulkani, M.Si pun mengakui pendapatan DHB terbesar Tabalong berasal dari sektor pertambangan.
Seandainya kekayaan alam Tabalong berupa hasil pertambangan habis, seberapa besar dampaknya bagi perekonomian daerah?.
Menanggapi hal tersebut Nanang menjelaskan harus dibedakan antara pendapatan daerah dan pertumbuhan ekonomi daerah.
“Pendapatan daerah dari sektor pertambangan masuk ke APBD yang dialokasikan untuk berbagai kegiatan. Misalnya proyek-proyek fisik, setelah dipihak ketigakan ada pekerja (serap tenaga kerja) sebagai dampak langsungnya. Ada (memang) berdampak pada ekonomi daerah tapi tidak begitu besar, paling kisaran 15 persen” ungkapnya pada kontrasx.com, baru-baru ini.
Menurutnya dampak bagi pertumbuhan ekonomi daerah jauh lebih besar dibanding dampak pendapatan daerah.
Ia menganalogikan ada sekitar 30.000 karyawan tambang di PT Adaro dan subcon, dengan asumsi 90 persen tinggal di Tabalong.
“Anggap 25.000 orang tinggal di Tabalong dan membelanjakan uang Rp 2 juta per bulan, artinya ada Rp 50 Miliar uang yang beredar setiap bulannya di Tabalong” bebernya.
“(Kalau tidak ada lagi pertambangan) kemana larinya uang tersebut. Rp 2 juta tersebut perkiraan kecil, hanya untuk kebutuhan pokok saja. Asumsi saya lebih dari itu” tandasnya.
Nanang menyatakan uang tersebut diantaranya akan masuk ke para pedagang, rumah makan, pertokoan dan lainnya sebagai penggerak perekonomian daerah.
“Dari situ saja dampak tidak langsung dari keberadaan tambang besar” pungkasnya. (Boel)