TANJUNG, kontrasx.com – Keberadaan gas 3 kg bersubsidi di Tabalong terbilang sukar untuk didapatkan.
Saat mobil pengangkut “Gas melon” tiba di Agen atau di toko pengecer resmi, langsung diserbu masyarakat. Sering juga masyarakat antri duluan menunggu mobil pembawa gas ini tiba.
Akhir Juni dan diawal Juli tadi, di kecamatan Murung Pudak, gas 3 kg bersubsidi ini susah didapatkan. Di tingkat eceran yang tidak resmi, harganya sampai menembus Rp 40.000, pada hal harga eceran tertinggi (HET) resminya hanya Rp 18.500.
Kenapa bisa terjadi kelangkaan gas melon bersubsidi ? Apakah kuotanya memang sedikit ?
Analis Kebijakan Bagian Ekonomi dan Administrasi Pembangunan (Ekobang) Setda Tabalong, Hapijudin menyampaikan kuota gas 3 kg bersubsidi di Tabalong harusnya cukup.
Hapijudin membeberkan data yang pihaknya terima dari Dinas Sosial, jumlah keluarga tidak mampu seluruh Tabalong yang berhak mendapat gas 3 kg bersubsidi sebanyak 22.454 kepala keluarga (KK).
“Rumah tangga atau KK sesuai database kemiskinan dari Dinsos yang mendapat gas 3 kg bersubsidi berjumlah 22.454. Sedang untuk UMKM-IKM data dari Dinas Koperasi UKM dan Perindag jumlahnya 18.990” bebernya pada kontrasx.com, Selasa (30/7).
Dengan asumsi kebutuhan per KK 4 buah tabung gas 3 kg per bulan, maka dalam satu tahun jumlahnya mencapai 1.077.792 buah dan untuk UMKM dengan asumsi pemakaian 8 buah tabung per bulan jumlahnya selama satu tahun 1.823.040 buah.
“Totalnya dalam satu tahun ada 2.900.832 buah tabung” imbuhnya.
Ia mengatakan dalam satu tahun kebutuhan Tabalong terhadap LPG sebanyak 8.702 Matrik Ton (MT) dengan rincian 3.233,38 MT untuk rumah tangga dan 5.469,12 MT untuk UMKM.
Menurutnya kouta yang didapat Tabalong tahun 2024 juga mengalami kenaikan dibanding tahun 2023.
“Tahun 2023 kita mendapat kuota 5.130 MT sedang 2024 mengusulkan penambahan menjadi 8.702 MT, terutama untuk UMKM” tukasnya.
Ia mengungkapkan yang jadi persoalan adalah masalah pendistribusian dilapangan.
“Di agen harganya sesuai saja, setelah keluar dari pangkalan, itu banyak yang lepas. Banyak toko atau kios yang tidak resmi menjual sampai harga Rp 40.000. Itu bukan dari agen atau pangkalan, entah pengepul dari mana dapatnya” jelasnya.
“Distribusinya sudah sesuai kebutuhan, sudah cukup dan tidak langka. Yang jadi masalah keluarnya yang tidak tahu kemana hingga sampai ke kios” timpalnya.
Hapijudin menyatakan distribusi gas bersubsidi sesuai data dari Dinsos dan Dinas Koperasi UKM dan Perindag.
“Yang boleh mengambil atau membelinya sesuai data tersebut dan dibuktikan dengan KTP.
“Kalau ini sesuai dipastikan tidak ada kelangkaan” tandasnya.
Ia pun mengakui sempat ada kelangkaan karena ada kendala pendistribusian dari mobil pengangkut.
“Tapi stok tidak berkurang” ujarnya.
Terkait kemungkinan menambah kembali kouta gas melon ini, pihaknya bisa saja mengusulkan tambahan, tapi disetujui apa tidak itu jadi keputusan dari pihak PT Pertamina.
Di bulan-bulan tertentu pun pihak Pertamina juga sudah melakukan penambahan suplai untuk mengatasi kelangkaan.
“Misalnya menjelang ramadhan atau hari-hari besar keagamaan, Pertamina akan menambah suplai, namun kuotanya tetap. Atau bisa juga kouta dari kabupaten lain yang tidak terserap dipindah, ini Pertamina yang mengaturnya” terangnya.
Hapijudin juga mengatakan secara berkala pihaknya ikut melakukan monitoring dan pengawasan dilapangan.
“Ada tim dari Dinas Koperasi UKM dan Perindag, Ekobang dan Kepolisian yang melakukan monitoring” pungkasnya. (Boel)