TANJUNG, kontrasx.com – Menyikapi Standar Hidup Layak di Bumi Saraba Kawa, Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi, Pertambangan, Minyak, Gas Bumi dan Umum (FSP KEP) Tabalong meminta ada kenaikan besaran Upah Minimum Kabupaten (UMK).
ketua DPC FSP KEP Tabalong, Syahrul mengungkapkan sebelumnya mereka ingin melakukan aksi besar-besaran terkait beberapa tuntutan.
“Tapi hasil koordinasi dengan beberapa instansi dan masukan beberapa pihak karena suasana Pilkada maka kami tunda, dikhawatirkan ada yang menunggangi” bebernya pada kontrasx.com, Senin (18/11) siang usai bertemu DPRD Tabalong.
Syahrul menuturkan pihaknya sudah melakukan survey kebutuhan hidup layak.
“Kenaikan upah (yang diminta) mengacu pada hasil survey kebutuhan hidup layak. Harusnya di Kalsel Upah Minimum Provinsi (UMP) sekitar Rp 4,6 juta. Sedangkan gaji kita (saat ini) Upah Minimum Kabupaten (UMK) sekitar Rp 3.372.000” ungkapnya.
Menurutnya kebutuhan hidup layak menyangkut banyak aspek seperti Sandang, Pangan, Papan termasuk Pendidikan anak-anak kaum buruh.
“Kalau gaji pokok tersebut (Rp 3,3 juta) hanya untuk kebutuhan hidup saja, menyimpan untuk biaya pendidikan anak-anak sulit” ucapnya.
“Kalau pekerja tambang mungkin masih lumayan karena penghasilannya cukup besar karena ditambah berbagai tunjangan, tapi bagaimana nasib buruh-buruh lainnya yang mengandalkan gaji pokok saja” timpalnya.
Ia menyatakan pihak serikat menuntut ada kenaikan UMK Tabalong dikisaran 8 sampai 10 persen.
“Tuntutan kita ada kenaikan 8 – 10 persen atau naik sekitar Rp 300.000. Di waktu yang sudah mepet ini kami ingin ada solusi terbaik dari pemerintah, pengusaha tidak keberatan dan pekerja bisa menerima” ujarnya.
Tolak PP 51 Tahun 2023 sebagai acuan perumusan kenaikan upah.
Syahrul menegaskan putusan dari MK terkait PP 51 Tahun 2023 sudah jelas.
“PP 51 sudah dianulir MK, secara otomatis PP ini gugur, tidak bisa dijadikan acuan putusan Dewan Pengupahan karena sudah inkrah” tandasnya.
Ia menyatakan MK sudah memutuskan Upah Minimum baik di Kabupaten maupun Provinsi merupakan kewenangan daerah, tidak lagi di Pusat.
“Seharusnya tidak perlu lagi menunggu regulasi baru, dengan dibatalkannya sebagian masalah upah (oleh MK) maka acuannya aturan lama” tegasnya.
Sementara itu, Ketua SP-KEP SIS Admo, Muhammad Riyadi menambahkan pihaknya menuntut kenaikan upah karena hal ini merupakan Jaring Pengaman.
Riyadi menceritakan ada beberapa kejadian dimana karyawan mengalami sakit hingga mencapai satu tahun. Karena sakit si karyawan hanya mendapat gaji pokok saja, tidak ada uang tunjangan.
“Dalam aturan perundang-undangan, bagi karyawan yang sakit (sampai satu tahun), 4 bulan pertama yang bersangkutan mendapat 100 persen gaji pokok, 4 bulan kedua 75 persen dan 4 bulan ketiga hanya 50 persen” jelasnya.
“Padahal yang sakit juga harus membiayai anak-istri, mau makan apa (kalau gaji pokoknya kecil). Salah satu tujuan tuntutan kita untuk kondisi seperti ini” sambungnya.
Ia pun berharap seluruh buruh di Tabalong bisa mendapat kebutuhan hidup layak. (Boel)