Oleh: Muhammad Fajar, Mahasiswa Akuntansi Bisnis Digital semester 2 Politeknik Hasnur
Raja Ampat, sebuah nama yang mengalun indah di telinga para pecinta alam, fotografer bawah laut, peneliti biota laut, hingga turis dari berbagai penjuru dunia. Gugusan kepulauan yang terletak di ujung barat Papua ini bukan hanya dikenal sebagai surga bawah laut Indonesia, tetapi juga dunia. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, ketenangan dan kelestarian wilayah ini terusik oleh derap ekskavator dan aktivitas pertambangan nikel yang semakin menggila.
Indonesia memang tengah menggenjot industri hilirisasi mineral, termasuk nikel, demi mendukung transisi global ke energi hijau. Nikel menjadi komoditas strategis untuk baterai kendaraan listrik. Sayangnya, arah pembangunan ini seringkali menabrak prinsip keberlanjutan, terlebih jika harus menukar ekosistem purba yang belum sepenuhnya terpetakan dengan tambang terbuka yang merusak.
Kasus tambang nikel di Raja Ampat menjadi potret buram dari kebijakan pembangunan yang mengabaikan ekologi dan masyarakat adat. Setidaknya lima perusahaan sempat mengantongi izin untuk beroperasi di pulau-pulau kecil Raja Ampat, di antaranya PT Kawei Sejahtera dan PT Anugerah Surya Pratama. Operasi ini tidak hanya mengancam keanekaragaman hayati, tetapi juga mencederai hak masyarakat adat atas ruang hidup dan warisan leluhur mereka.
Dampaknya tidak main-main. Laporan Greenpeace Indonesia dan Auriga Nusantara mengungkapkan bahwa dalam kurun waktu 2020–2024, luas tambang di kawasan ini meningkat drastis hingga hampir 500 hektar. Aliran limbah tambang memperparah sedimentasi di perairan sekitar, mematikan terumbu karang dan biota laut yang menjadi tulang punggung ekowisata dan perikanan tradisional. Tak hanya kehilangan keindahan, masyarakat kehilangan sumber hidup.
Langkah tegas Presiden Prabowo Subianto yang mencabut empat dari lima izin perusahaan tambang di wilayah tersebut patut diapresiasi. Namun, tindakan ini baru langkah awal. Masih banyak PR yang harus diselesaikan, mulai dari pemulihan ekosistem, pertanggungjawaban hukum atas kerusakan, hingga perlindungan atas masyarakat adat yang wilayahnya telah dikapling tanpa persetujuan sah.
Komnas HAM bahkan menilai aktivitas tambang di Raja Ampat telah melanggar hak masyarakat atas lingkungan yang bersih dan sehat, sebagaimana dijamin dalam Pasal 28H ayat (1) UUD 1945. Mereka turun langsung ke lokasi untuk menyelidiki pelanggaran hak asasi yang terjadi, menyoroti lemahnya pengawasan serta potensi konflik kepentingan dalam penerbitan izin.
Sementara itu, desakan agar penyelesaian dilakukan secara hukum adat dinilai problematik. Dewan Adat Papua (DAP) secara tegas menolak ide ini karena dianggap melemahkan supremasi hukum negara dan membuka ruang kompromi bagi pelaku kejahatan lingkungan. Jika negara serius melindungi “surga terakhir” seperti Raja Ampat, maka pendekatan hukum formal harus menjadi panglima, bukan adat yang kerap dijadikan tameng kompromi.
Opini publik juga tak tinggal diam. Dari selebritas seperti Ahmad Dhani yang menyuarakan kemarahan di media sosial, hingga para aktivis lingkungan yang menggelar aksi damai, semuanya menggambarkan satu hal: “tambang nikel tidak layak hadir di tanah surga ini”. Pertanyaannya kini, apakah keberlanjutan masih menjadi cita-cita atau sekadar jargon?
Pemerintah seharusnya belajar dari kesalahan ini. Investasi bukan berarti mengorbankan warisan ekologis tak tergantikan. Indonesia punya hak atas kekayaan alamnya, tetapi juga punya kewajiban moral dan konstitusional untuk melindunginya. Tanpa kebijakan yang berpihak pada alam dan rakyat, kita hanya sedang menggali kubur bagi masa depan kita sendiri.
Raja Ampat bukan sekadar objek wisata. Ia adalah rumah bagi banyak spesies unik, tempat hidup masyarakat adat yang berabad-abad menjaga harmoni dengan alam. Menambang nikel di sini bukan solusi, tapi ironi. Jika kita gagal menjaga Raja Ampat hari ini, kita akan tercatat dalam sejarah sebagai generasi yang menjual surga demi setitik logam.
Daftar Pustaka
- AP News. (2024). Nickel mining threatens Indonesia’s treasured Raja Ampat marine region. https://apnews.com/article/c4dfe12a5bd97eac2f9e3a19f17b5b3c
- Kompas.id. (2025). Komnas HAM: Tambang Nikel di Raja Ampat Langgar Hak atas Lingkungan Sehat. https://www.kompas.id/artikel/komnas-ham-tambang-nikel-di-raja-ampat-langgar-hak-publik-atas-lingkungan-hidup-yang-sehat
- Kontan.co.id. (2025). DAP Menolak Penyelesaian Adat Kasus Tambang Raja Ampat. https://industri.kontan.co.id/news/bahlil-minta-kasus-tambang-nikel-raja-ampat-diselesaikan-secara-adat-dap-buka-suara
- The Australian. (2024). Indonesia urged to protect famed Raja Ampat as nickel miners move in. https://www.theaustralian.com.au/business/mining-energy/indonesia-urged-to-protect-famed-raja-ampat-as-nickel-miners-move-in/news-story/8a3cf0090e4ce464a83ce30b809b5a3c
- Detik.com. (2025). Tersisa Tambang PT Gag Nikel, Legislator Minta Diawasi Ketat. https://news.detik.com/berita/d-7958330/tersisa-tambang-pt-gag-nikel-di-raja-ampat-legislator-minta-diawasi-ketat
- JPNN.com. (2025). Ahmad Dhani Kritik Tambang di Raja Ampat: “Segera Dihukum!”. https://www.jpnn.com/news/komentar-pedas-ahmad-dhani-soal-kasus-tambang-nikel-di-raja-ampat






























































