TANJUNG, kontrasx.com – Pengembangan agrowisata terutama tanaman buah di wilayah Bintang Ara menjadi atensi Bupati Tabalong, H. Anang Syakhfiani.
Anang menyampaikan agrowisata buah ini sebagai ciri khas daerah Bintang Ara untuk menarik kunjungan orang luar daerah untuk datang.
“Agar perekonomian di sini berkembang, maka kita harus menciptakan sesuatu di Kecamatan Bintang Ara agar orang datang” ujarnya saat Musrenbang kecamatan Bintang Ara di Desa Bumi Makmur, kemarin.
Ia pun minta desa Bumi Makmur untuk memanfaatkan lahan yang ada dengan ditanam buah-buahan.
“Saya minta Kades Bumi Makmur untuk mengambil inisiatif, ini ada tanah desa 10 hektar. Jadi area ini paling tidak separuhnya kita tanami durian, rambutan, nangka dan tiwadak” ucapnya.
Ia mengatakan lewat cara itu bisa meningkatkan perekonomian warga Bintang Ara khususnya Desa Bumi Makmur.
“Lompatan besar itu yaitu memanfaatkan lahan-lahan ini untuk kepentingan-kepentingan yang produktif” kata Anang.
Panen Buah Melimpah Petani Resah
Musim buah tahun ini terbilang melimpah dibandingkan beberapa tahun belakangan.
Bisa dikatakan panen kali ini adalah panen raya bagi petani buah di Tabalong, namun bukan membuat petani senang dengan limpahan panen kali ini melainkan justru petani merasa tidak mendapatkan keuntungan yang bagus.
Pasalnya banyaknya buah hasil dari perkebunan warga Tabalong tidak terserap semuanya oleh pasar.
Rahman misalnya, petani yang tinggal di Murung Pudak ini justru kebingungan dengan “panen raya” tahun ini.
“Kami memiliki 90 pohon langsat dan semuanya berbuah tapi harga langsat di pasar berkisar lima ribu rupiah per kilogramnya sementara untuk mendatangkan langsat ke pasar biayanya separo lebih” ucapnya dengan lesu.
Ia memperkirakan masih ada dua ton lebih langsat dari kebunnya dan itu terancam tidak terjual dengan kondisi seperti ini.
Dulu masih banyak tengkulak yang membeli buah hasil kebunnya untuk dijual keluar Tabalong tapi tahun ini diakuinya sangat sedikit pedagang yang menjual ke luar Tabalong.
“Mungkin di daerah lain juga panen jadi mereka tidak mengambil dari daerah kita” ujarnya sambil menerka-nerka.
Tidak jauh berbeda dengan Rahman, petani dari Kecamatan Haruai dan Muara Uya juga mengeluhkan hal yang sama.
“Tiwadak (cempedak) di sini harganya tinggal dua ribu rupiah per kilogramnya” ujar Masni di Pasar Batu Haruai.
Itu belum upah memetiknya, sambung Masni dengan harga seperti itu petani menjadi malas menjual.
“Tidak ada pedagang yang mau mengambil karena penjualannya di pasar juga lesu” ujarnya lagi.
Mereka berharap ada langkah terobosan dari pemerintah untuk meningkatkan harga jual terutama saat panen raya seperti sekarang ini. (can/lee)